Life in the Fast Lane

Di tahun 1946, dua bersaudara veteran perang dunia kedua Karl dan Theo Albrecht memulai berdagang dengan mengambil alih toko ibunya di Essen, Nordrhein-Westfalen, Jerman. Di tahun 1960 mereka mengubah nama dari Albrecht Lebensmittel ke Albrecht-Diskont yang disingkat Aldi.

Dan setelahnya adalah sejarah.

Aldi adalah jaringan supermarket diskon pertama di Jerman. Model bisnisnya unik dan menarik saat itu: membatasi jenis produk yang dijual dan memangkas profit untuk menurunkan harga. Dari 7% profit yang biasa didapatkan oleh supermarket, Aldi hanya mendapat 2-3% profit.

Di tahun 1962 mereka punya 300 toko dengan aliran kas sebesar 90 juta Deutsche Mark, atau sekitar €46 juta per tahun.

Tapi di tahun itu juga kakak beradik ini memutuskan untuk berpisah karena alasan yang lucu: rokok. Karl tidak setuju bukan karena rokok buruk untuk kesehatan, tapi karena rokok bakal mengundang para pengutil ke toko mereka. Akhirnya mereka membuat Aldi equator yang membagi Jerman menjadi dua bagian dengan Karl di Jerman Selatan dengan nama Aldi Sud dan Theo bagian Utara dengan Aldi Nord.

Aldi mengubah peta supermarket di Jerman. Jaringan supermarket Lidl yang sudah lama ada sampai mengikuti model bisnis ini.

Selain model bisnisnya, beberapa keunikan Aldi sedikit banyak menjelaskan bagaimana kebiasaan orang Jerman saat ini ketika berbelanja di supermarket.

Tanpa Embel-Embel

Tidak ada musik di toko-toko Aldi, sebagian besar tidak punya sistem audio dan beberapa yang memiliki sistem PA menggunakannya untuk mengumumkan sesuatu. Jadi jangan harap mendengar Kenny G ketika toko mau tutup.

Aldi tidak membuat iklan, tapi membuat buletin mingguan. Buletin ini tersedia di etalase toko, dikirim langsung melalui pos, atau diselipkan di koran lokal.

Layout tokonya juga sederhana, tanpa embel-embel, dan menjual lebih sedikit jenis barang dibanding supermarket biasa. Ini membuat tidak semua barang yang saya butuhkan ada di satu toko.

Saya membutuhkan jeda waktu untuk menyadari ada beberapa macam tipe supermarket di Berlin.

Ada supermarket standar dalam EDEKA (Einkaufsgenossenschaft der Kolonialwarenhändler im Halleschen Torbezirk zu Berlin) atau REWE (Revisionsverband der Westkauf-Genossenschaften).

Supermarket diskon seperti Aldi, Lidl, Netto, atau Penny.

Toko kosmetik, produk rumah tangga, perlengkapan dan makanan kesehatan juga terpisah. Untuk ini saya biasanya ke DM (Drogerie Markt) atau Rossmann.

Juga ada supermarket Bio yang hanya menjual barang-barang organik yang memang banyak peminatnya. Ini juga bisa jadi karena Berlin adalah salah satu surga para vegan.

Oya, tidak ada supermarket yang menjual over the counter drugs di Jerman. Jika ingin membeli paracetamol pergilah ke Apotik.

Dan yang menarik adalah hampir tidak ada toko yang buka di hari Minggu dan bank holidays. Karena jatah Ruhetag sekali dalam seminggu adalah hak pekerja yang dijamin negara, itu termasuk pekerja di sektor retail.

Ini membuat belanja ke supermarket adalah persiapan penuh sejak dalam pikirian. Bayangkan apa yang terjadi di long weekend atau libur Natal.

Tapi jangan khawatir, jika lupa belanja di hari Sabtu bisa menemukan toko yang buka di hari Minggu dengan aplikasi Sonntags. Meskipun tidak banyak toko yang buka tapi ini menyelamatkan hidup banyak orang.

Tapi semurah apa sih barang-barang di toko diskon ini? Jika perbandingannya dengan Jakarta, barang-barang kelontong di Berlin harganya tidak jauh berbeda. Nah, di toko diskon, barang-barang ini bisa lebih murah lagi sampai 25%.

Ada kejadian menarik di 2014 ketika seseorang mengunggah kuitansi belanjaan dari toko diskon di Berlin di halaman Facebook bernama Olim L’Berlin1, sebagai bukti bahwa biaya hidup di ibu kota Jerman ini sangat murah.

Ini adalah tentang puding susu coklat seharga ¢20 (Rp3400) yang dijual dengan harga 3 kali lipat di Israel. Halaman Facebook ini menuai kontroversi karena mengajak orang Israel pindah ke Berlin. Para politisi Israel jengkel karena rakyatnya mau melepaskan Israel gara-gara puding.

Meskipun barang yang dijual tidak sebanyak supermarket biasa, sebagian besar kebutuhan sehari-hari kami dapat didapatkan di toko diskon. Contohnya anggur dan telur.

Akses ke minuman beralkohol memang sangat mudah di Jerman. Ini karena negara melihat masyarakat adalah kumpulan manusia-manusia dewasa yang bertanggungjawab atas keputusan mereka sendiri.

Bir, anggur, dan aneka Jägermeister bisa dibeli di supermarket. Jika bir memang minuman nasional Jerman bahkan jauh sebelum jaman Friedrich der Große, maka banyaknya pilihan anggur di Aldi membuat saya heran.

Saya biasanya pergi ke Vin+ di Senayan untuk membeli anggur. Tapi di sini dengan nominal yang sama saya bisa mendapat 3 botol dengan kualitas yang sama dan pilihan yang lebih beragam.

Tidak salah jika Aldi adalah retail anggur terbesar di Jerman.

Untuk dunia telur; perlu diketahui jika telur di Jerman biasanya dijual dengan bonus bulu ayam atau kotoran kering, ini karena mencuci telur itu ilegal.

Negara seperti Amerika dan Jepang mencuci telur dengan mesin khusus sebelum dijual untuk menghilangkan bakteri Salmonella. Tapi ini berarti mengikis lapisan telur yang berfungsi melindungi isi telur dari bakteri lain. Maka dari itu di Amerika dan Jepang telur hanya bisa ditemukan di lemari es untuk melindunginya dari bakteri.

Di Jerman pencegahan Salmonella ada di kewajiban untuk memvaksinasi ayam. Jadi tidak ada kerepotan dalam penyimpanan setelahnya. Bagian telur bisa ditemukan di luar lemari es.

Di Indonesia saya tidak menemukan peraturan bahwa ayam harus divaksinasi, dan mengetahui bahwa telur juga tidak dicuci ketika dijual: maka satu-satunya cara menghilangkan bakteri Salmonella adalah dengan dimasak matang.

Atau imun sendirinya karena sudah terbiasa.

Saya mungkin yang terakhir.

Kemandirian di Level yang Berbeda

Troli belanja, shopping cart, di Jerman atau bahkan kebanyakan negara Eropa terbelenggu antara satu dengan yang lain. Dibutuhkan koin ¢50 atau €1 untuk membukanya. Awalnya saya berpikir hal ini untuk mencegah pencuri troli.

Hampir semua Aldi menggunakan sistem ini dengan alasan mengurangi kebutuhan pegawai untuk membereskan troli. Sistem ini memotivasi orang untuk mengembalikan troli setelah dipakai agar koinnya kembali. Jikapun tidak, selalu ada orang lain yang dengan senang hati mendapat €1 gratis hanya dengan menaruh troli pada tempatnya.

Lalu ada sesuatu bernama checkout divider. Bilah kecil yang ditempatkan di antara barang dua pembeli adalah barang maha penting di Jerman. Jika berpikir bahwa kita bisa menunda tugas ini nanti ketika mulai menaruh belanjaan ke ban berjalan karena kasir masih jauh. Anda salah. Dipastikan orang-orang Jerman di belakang kita akan menegur, mengingatkan, atau menggerutu.

Bagian paling serunya adalah ruang untuk mengemas belanjaan di kasir. Biasanya ruang ini sangat kecil, terutama di Aldi, dan kasirnya sangat cepat. Sedikitnya jenis barang yang dijual bukan tanpa alasan, ini agar kasir lebih mudah mengingat.

Dan kasirnya sangat cepat. Oh saya sudah menulis ini di atas. Tapi memang perlu ditekankan tentang fakta ini. Karena ia membuat pengalaman mengemas belanjaan jadi menegangkan.

Di sinilah pentingnya checkout divider. Setelah semua barang belanjaan dipindai, kasir akan berhenti di bilah selanjutnya, memberitahu harga totalnya, menunggu kita jumpalitan mengemas dan membayar, melihat kita dengan tidak sabar. Dan tentu saja kejadian ini bersamaan dengan pandangan mata serupa dari para pembeli di belakang kita.

Berbelanja di supermarket Jerman memang membutuhkan fokus dan ketahanan emosional yang ekstrim.

Tapi bagi Aldi, panik dan keriuhan ini adalah bagian dari pengalaman belanja untuk dua alasan. Pertama adalah kebahagiaan setelah meninggalkan toko dan menyadari bahwa kita menghabiskan waktu lebih sedikit dibanding supermarket lain. Dan yang kedua, the thrill at the till; keranjang belanjaan kita yang penuh itu ternyata harganya lebih murah dari yang kita bayangkan.

Bagi saya pengalaman mengemas belanjaan adalah seperti sedang lomba lari cepat seratus meter.

She’d say, “Faster, faster. The lights are turnin' red."
Life in the fast lane, Surely makes you lose your mind
Life in the fast lane, Huh
Are you with me so far?


  1. Let’s Ascend to Berlin ↩︎

Siehe auch

comments powered by Disqus